Halo gan! kabar gembira untuk kita semua, kini di Naufal Adzani ada label baru yaitu Cerpen Cinta Sedih . Diliris tanggal 2 desember 2015 pu...
Halo gan! kabar gembira untuk kita semua, kini di Naufal Adzani ada label baru yaitu Cerpen Cinta Sedih. Diliris tanggal 2 desember 2015 pukul 19:45 WIB. Jika kalian ingin mengirim hasil cerpen karangan kalian kirimkan ke email saya, naufalfajaradzani@gmaill.com saya akan memilih 1 cerpen untuk 1 hari ^o^
Cerpen kiriman: Flamenia Cintami
Cerpen kiriman: Flamenia Cintami
�Niaaar!!!� seorang pria yang sedari tadi bertengger di atas motornya berteriak memanggil seseorang yang bernama Niar di luar pagar rumah seseorang.
�Ivan? Kamu udah datang? Datang jam berapa?� baru saja Niar berdiri di depan hidung Ivan, tapi ia langsung menyerang Ivan dengan beberapa deretan pertanyaan.
�Aku udah datang dari tadi Niar, lihat nih kulit aku sampe jadi item gini gara�gara nungguin kamu ke luar.� Ivan mengoceh tidak jelas kepada Niar yang sedang bergeming di depan Ivan.
�Ivan? Kamu udah datang? Datang jam berapa?� baru saja Niar berdiri di depan hidung Ivan, tapi ia langsung menyerang Ivan dengan beberapa deretan pertanyaan.
�Aku udah datang dari tadi Niar, lihat nih kulit aku sampe jadi item gini gara�gara nungguin kamu ke luar.� Ivan mengoceh tidak jelas kepada Niar yang sedang bergeming di depan Ivan.
�Bukannya kulit kamu dari dulu emang gitu ya van?� ucap Niar dengan wajah tanpa dosanya, Ivan pun hanya menepuk keningnya pelan.
�Terserah kamu deh, ya udah berangkat yuk.� Ivan pun langsung menginstruksi Niar agar naik ke boncengan motornya.
Niar pun menuruti perintah Ivan, dengan sekali gerakan Niar kini sudah ada di boncengan motor Ivan. Setelah memastikan jika Niar sudah ada di belakangnya, Ivan pun langsung melajukan motornya dan meninggalkan pekarangan rumah Niar.
�Terserah kamu deh, ya udah berangkat yuk.� Ivan pun langsung menginstruksi Niar agar naik ke boncengan motornya.
Niar pun menuruti perintah Ivan, dengan sekali gerakan Niar kini sudah ada di boncengan motor Ivan. Setelah memastikan jika Niar sudah ada di belakangnya, Ivan pun langsung melajukan motornya dan meninggalkan pekarangan rumah Niar.
Motor Ivan terparkir indah di depan halaman sekolah, Niar dan Ivan pun turun dari motor Ivan dan segera berjalan memasuki gedung kampus dengan sedikit tergesa�gesa. Tiba�tiba dari arah belakang terdengar suara seperti benda jatuh, Ivan pun tersentak dan segera menolehkan wajahnya ke arah belakang. Di belakang sana terlihat Niar yang sedang terjatuh dan terduduk di lantai, Ivan pun segera berlari menuju ke arah Niar yang terlihat seperti tidak baik�baik saja.
�Niar kamu kenapa?� Ivan ikut terduduk di samping Niar yang sepertinya sedang kurang baik.
�Aku gak apa�apa Ivan.� Niar mencoba untuk tersenyum dan bangkit dari lantai agar Ivan tidak terlalu merasakan khawatir yang berlebihan terhadap dirinya.
�Oh, ya udah kita masuk kelas yuk.� Ivan pun kini mengaitkan tangannya dengan tangan Niar untuk mengantisipasi agar kejadian beberapa menit yang lalu tidak terulang lagi.
Niar pun hanya bisa tersenyum saat melihat Ivan yang begitu perhatian kepada dirinya, walaupun sebenarnya Ivan tidak tahu bahwa di dalam sikap Niar yang tegar, ia menanggung beban yang besar di dalam hidupnya.
�Aku gak apa�apa Ivan.� Niar mencoba untuk tersenyum dan bangkit dari lantai agar Ivan tidak terlalu merasakan khawatir yang berlebihan terhadap dirinya.
�Oh, ya udah kita masuk kelas yuk.� Ivan pun kini mengaitkan tangannya dengan tangan Niar untuk mengantisipasi agar kejadian beberapa menit yang lalu tidak terulang lagi.
Niar pun hanya bisa tersenyum saat melihat Ivan yang begitu perhatian kepada dirinya, walaupun sebenarnya Ivan tidak tahu bahwa di dalam sikap Niar yang tegar, ia menanggung beban yang besar di dalam hidupnya.
Niar dan Ivan terduduk di sebuah kursi taman di dekat sekolah, mereka kini sedang sibuk dengan aktivitas mereka masing�masing tanpa saling berinteraksi satu sama lain. Ivan kini sedang sibuk dengan ponselnya, sedangkan Niar sedang sibuk dengan gitar yang sedari tadi ia pegang. Niar mulai memetik senar gitarnya di tengah suasana hening yang menyelimuti taman ini, sementara Ivan hanya tersenyum mendengarkan suara gitar itu. Niar pun mulai melantunkan sebuah lagu dengan suaranya yang terdengar merdu, Ivan pun menghentikan aktivitasnya dan mulai berkonsentrasi dengan lagu yang sedang Niar nyanyikan.
�Usap air matamu. Dekap erat tubuhku. Tatap aku sepuas hatimu
Nikmati detik demi detik. Yang mungkin kita tak bisa rasakan lagi. Hirup aroma tubuhku
Yang mungkin tak bisa lagi tenangkan gundahmu. Gundahmu ��
Nikmati detik demi detik. Yang mungkin kita tak bisa rasakan lagi. Hirup aroma tubuhku
Yang mungkin tak bisa lagi tenangkan gundahmu. Gundahmu ��
�Nyanyikan lagu indah. Sebelum ku pergi dan mungkin tak kembali
Nyanyikan lagu indah. Tuk melepasku pergi dan tak kembali�
Niar pun kini sudah menyelesaikan lagu yang ia nyanyikan, tapi bukannya ia mendapat senyuman dari Ivan. Ivan pun hanya menatap Niar dengan alis yang bertaut.
Nyanyikan lagu indah. Tuk melepasku pergi dan tak kembali�
Niar pun kini sudah menyelesaikan lagu yang ia nyanyikan, tapi bukannya ia mendapat senyuman dari Ivan. Ivan pun hanya menatap Niar dengan alis yang bertaut.
�Kamu kenapa? Kok ngelihatin aku gitu banget sih.� Niar kini mulai terlihat risih dengan tatapan bingung yang Ivan paparkan kepada dirinya.
�Kok kamu nyanyi lagu kayak gitu? kayak mau pergi jauh aja.� Ivan pun mulai bergidik ngeri saat mengingat Niar menyanyikan lagu tersebut.
�Takut? Loh? Kenapa?� kini giliran Niar yang menautkan alisnya seraya menatap wajah Ivan yang terlihat aneh.
�Gak apa�apa, lupain aja.� Ivan menggelengkan kepalanya seraya menatap lekat�lekat wajah Niar yang kini terlihat pucat pasi.
�Kok kamu nyanyi lagu kayak gitu? kayak mau pergi jauh aja.� Ivan pun mulai bergidik ngeri saat mengingat Niar menyanyikan lagu tersebut.
�Takut? Loh? Kenapa?� kini giliran Niar yang menautkan alisnya seraya menatap wajah Ivan yang terlihat aneh.
�Gak apa�apa, lupain aja.� Ivan menggelengkan kepalanya seraya menatap lekat�lekat wajah Niar yang kini terlihat pucat pasi.
�Niar hidung kamu!� Ivan menunjuk hidung Niar dengan wajah yang panik disertai dengan keringat dingin yang mengucur deras dari tengkuk dan dahinya.
Dengan gerakan cepat Niar meraba�raba di sekitar hidungnya, Niar merasakan ada cairan kental yang saat ini melekat di tangannya. Darah? Niar kini mulai sulit menelan ludahnya dan berharap jika Ivan tidak akan curiga dan bertanya macam�macam kepada dirinya.
�Niar kamu kenapa? Kamu sakit?� Ivan melontarkan satu pertanyaan seraya memaparkan wajah khawatirnya untuk menatap Niar.
Niar hanya bisa bergeming, lidahnya saat ini terasa kelu untuk menjelaskan kepada Ivan apa yang sebenarnya menimpa dirinya. Dengan gerakan cepat Ivan kini sudah merengkuh tubuh ramping Niar ke dalam dekapannya, seakan�akan ia takut jika Niar akan pergi saat ini juga.
Dengan gerakan cepat Niar meraba�raba di sekitar hidungnya, Niar merasakan ada cairan kental yang saat ini melekat di tangannya. Darah? Niar kini mulai sulit menelan ludahnya dan berharap jika Ivan tidak akan curiga dan bertanya macam�macam kepada dirinya.
�Niar kamu kenapa? Kamu sakit?� Ivan melontarkan satu pertanyaan seraya memaparkan wajah khawatirnya untuk menatap Niar.
Niar hanya bisa bergeming, lidahnya saat ini terasa kelu untuk menjelaskan kepada Ivan apa yang sebenarnya menimpa dirinya. Dengan gerakan cepat Ivan kini sudah merengkuh tubuh ramping Niar ke dalam dekapannya, seakan�akan ia takut jika Niar akan pergi saat ini juga.
Selang beberapa menit kemudian, Ivan pun merenggangkan dekapannya kepada Niar. Namun Ivan kini hanya bisa menelan ludahnya saat melihat Niar yang terkapar lemah di dalam dekapannya. Setelah insiden beberapa jam lalu saat di taman, Ivan tidak henti�hentinya memanjatkan doanya kepada Tuhan agar Niar dalam keadaan baik-baik saja saat ini.
�Ya Tuhan selamatkan Niar, aku sayang dia Tuhan.� Ivan menghempaskan tubuhnya dengan frustasi di kursi tunggu, ia kini tak tahu harus berbuat apa lagi. Yang Ivan inginkan saat ini hanya satu, ia ingin Niar baik�baik saja.
�Ya Tuhan selamatkan Niar, aku sayang dia Tuhan.� Ivan menghempaskan tubuhnya dengan frustasi di kursi tunggu, ia kini tak tahu harus berbuat apa lagi. Yang Ivan inginkan saat ini hanya satu, ia ingin Niar baik�baik saja.
Seorang dokter dengan mengenakan jas berwarna putih ke luar setelah memeriksa Niar, ia ke luar seraya memaparkan ekspresi wajah yang entah apa namanya.
�Dok, gimana keadaan Niar?� Ivan bertanya dengan terburu�buru seraya memaparkan wajah khawatirnya yang teramat sangat saat melihat ekspresi dokter itu.
�Maaf, anda bisa lihat sendiri di dalam.� dokter itu pun segera berlalu dari hadapan Ivan dengan wajah yang terlihat lesu.
�Dok, gimana keadaan Niar?� Ivan bertanya dengan terburu�buru seraya memaparkan wajah khawatirnya yang teramat sangat saat melihat ekspresi dokter itu.
�Maaf, anda bisa lihat sendiri di dalam.� dokter itu pun segera berlalu dari hadapan Ivan dengan wajah yang terlihat lesu.
Ivan pun memutar knop pintu dengan gerakan yang terkesan sangat tergesa�gesa, entah mengapa saat ini Ivan tidak bisa menyebunyikan rasa khawatirnya terhadap keadaan Niar. Saat Ivan memasuki kamar itu, Ivan sedikit tersentak saat melihat tubuh Niar yang sebentar lagi akan ditutup dengan kain putih oleh suster yang ada di ruangan itu. Kaki Ivan tiba�tiba terasa lemas saat melihat kejadian itu, Ivan melangkahkan kakinya dengan terseret�seret menuju ke arah Niar.
�Kenapa kamu ninggalin aku Niar?� Ivan menggenggam tangan Niar dengan sangat erat dan mendekap tubuh Niar untuk yang terakhir kalinya seraya mengeluarkan isak tangis atas kepergian Niar.
Kini yang bisa Ivan hanya bisa menangis meratapi kepergian Niar dari kehidupannya untuk selamanya.
Kini yang bisa Ivan hanya bisa menangis meratapi kepergian Niar dari kehidupannya untuk selamanya.
Selesai
COMMENTS